Jumat, 29 November 2019

Dunia Palsu - by Risky Trijayanti

Chapter 1
Perantauan

Hari-hari berjalan bak air tenang di danau. Siap kapan saja akan beriak. Ada kalanya akan ada anomali yang terjadi. Baik dan buruk sudah ada di dunia ini. Tidak perlu merasa khawatir. Tetapi, tetap saja. Hati ini tidak bisa berbohong. Semua yang terjadi. Biarlah terjadi. Biarkan seperti air di danau, di laut, dimanapun. Aku hanya bisa pasrah.
Usaha tidak pernah mengkhianati hasil. Kesabaran yang sudah ku hadapi selama dua tahun akhirnya berbuah hasil. Aku bekerja di sebuah perusahaan besar di negara ini. Perusahaan idaman banyak orang, sangat banyak yang berharap bisa bekerja disini. Aku adalah orang yang beruntung. Aku memang tidak terlalu hebat, tapi aku percaya akan kekuatan do’a.
Selama dua tahun, aku menjalani kehidupan berat seusai lulus dari kuliah. Terlilit hutang dengan banyak orang, selalu menunggak uang kontrak rumah, bahkan tidak adanya uang untuk membeli makanan pun sudah ku jalani. Bukan hanya dua tahun belakangan ini saja. Seumur hidupku, selalu berkutat dengan hutang piutang ayahku.
Hanya bisa bersabar. Namun kadang rasa ini mencekik batin dan pikiranku. Kadang terbersit di pikiran untuk mengakhiri kehidupan tubuh ini. Tetapi aku terlalu takut menghadapi Tuhan karena dosa yang terlalu banyak ku perbuat. Hingga akhirnya aku masih hidup sampai sekarang.
Yang bisa ku usahakan sekarang adalah bagaimana cara menolong keluargaku yang tidak berdaya ini. Aku ingin berguna untuk keluarga yang sangat ku sayangi. Aku mencari kesana kemari, dimana aku bisa menemukan pekerjaan. Pekerjaan apapun, saat itu, yang sangat ingin ku temukan. Aku selalu berpikir, aku akan mendapatkan kemudahan saat sudah bekerja nantinya. Hingga akhirnya, aku mendapatkannya. Bekerja di sebuah perusahaan besar. Aku tidak menyangka akan mendapatkannya.
Modal kenekatan menuntunku menuju ibukota untuk mencari sesuap nasi. Aku bekerja di sebuah perusahaan negara yang sangat terkenal di negara ini. Rasa bangga yang ku rasakan tidak terbendung. Aku selalu menceritakan ‘kesuksesan’ ku ini dengan teman curhat terbaikku. Media sosial yang selama ini menjadi tempat mencurahkan hatiku, sekalipun itu hanya tipuan semata.

“Alhamdulillah akhirnya kamu kerja juga yah sekarang.”
“Wah selamat yah”
“Cie yang kerja di perusahaan besar”
“Tetap semangat yah”
“Kamu hebat. Kami bangga punya kamu”

Semua menyemangatiku, memberiku ucapan selamat, bahkan memuji-muji. Aku hanya bisa berterimakasih. Tetapi sejujurnya, aku merasa takut. Takut tidak mampu melakukan tugas dengan benar. Takut mengecewakan semua orang yang telah ‘memujiku’. Bahkan takut bertemu kembali dengan orang tuaku yang sekarang ini harus jauh denganku. Aku belum sukses. Lantas apa yang akan aku berikan kepada mereka? Rasa kecewa. Jika aku menyerah. Sudah pasti.
Aku bukannya tidak bersyukur. Aku hanya tahu diri. Aku merasa ini bukan keahlian sebenarnya yang ada pada diriku. Aku hanya terpaksa melakukannya, demi membahagiakan kedua orang tuaku. Aku tak mau mengecewakan mereka, seperti halnya saudara-saudaraku. Aku ingin membuat mereka bangga. Sehingga aku memilih jalan ini.
Aku manusia biasa yang tidak luput dari rasa menyesal. Aku tahu ini sangat berat untukku. Aku sama sekali tidak menyukai duniaku ini. Aku ingin terbebas dari belenggu dunia. Aku ingin menciptakan ulang dunia yang ku buat sendiri. Atas kehendakku sendiri. Tetapi aku harus bertahan di dunia ini. Aku belum boleh menyerah. Aku hanya boleh menyerah jika memang diharuskan. Tetapi untuk sekarang. Tidak!